Beberapa hari yang lalu seorang teman a.k.a salah satu
bendahara satuan kerja di wilayah kantorku datang. Saat itu aku dan Peggy,
teman sekantorku, sedang berada di front
office ketika si bendahara mendadak nyeletuk, “Iiih...aku barusan kepo facebook kalian. Kalian cewek tapi kaki
kalian panjang yaa..”. Aku dan Peggy sempat berpandang-pandangan ga ngerti
maksud si bendahara sampai akhirnya dia nyeletuk lagi, “Itu loohh...foto kalian
bertiga jalan-jalan ke Teluk Dalam”.
Sontak kami tertawa terbahak-bahak setelah paham maksudnya si bendahara
apa.
Jadii...April lalu aku, Peggy dan Raisa memutuskan untuk
ber-weekend di luar kota
Gunungsitoli, saat itu kita bener-bener lagi jenuh banget dengan kerjaan dan
butuh refreshing. Disini tuh ga ada
bioskop dan mall seperti di kota-kota besar. Adanya karaoke ala-ala yang begitu
kita masuk kesana, luntur sudah segala image
dan nama baik yang telah dibangun selama ini wkwkwk... Kami pun sepakat untuk
piknik ke Teluk Dalam (lagi) selama 2 hari 1 malam, girls only!
Untuk itinerary,
transport dan penginapannya aku ceritain disini yaaa..
Seperti kata orang-orang, “there’s always the first time for everything”, dan setiap pengalaman pertama itu biasanya memberi
kesan tersendiri. Maka demikianlah perjalanan kami kali ini. Ini memang bukan
pertama kalinya kami ke Teluk Dalam. Ini
juga bukan pertama kalinya kami piknik ke tempat yang cukup jauh hingga ke luar
pulau. Tapi yang membuat trip kali ini berkesan adalah baru kali ini kami jalan
(walaupun ga jauh-jauh banget) ngeteng pake transportasi umum trus eksplor
kampung dan pantai pake motor, trus leyeh-leyeh di hotel tanpa “perlindungan”
cowok. Cewek-cewek doang. No man, no
guide at all. Bener-bener berasa kayak petualang-petualang cantik atau anak
motor (atau emak-emak naik matic).
Di taman hotel Bariga Feliz |
Selain bisa rilex sejenak setelah liat yang ijo-ijo,
biru-biru dan babang bule, ada perasaan puas yang terselip. Puas karena
ternyata ada hal-hal yang tidak terpikirkan bisa kami lakukan sebelumnya,
ternyata berhasil kami lakukan dan kami menikmatinya. Sebelumnya aku ga pernah
mikir akan berani motoran di jalanan Teluk Dalam karena jarak antara kota dan
hotel yang cukup jauh dan kebiasaan orang-orang disana yang suka ngebut, tapi
ternyata aku bisa juga memberanikan diri buat motoran sendiri. Dan ternyata
asik bangeeettt... Sore-sore motoran di jalanan yang sepi sambil nyusurin
pantai diiringin suara ombak dan gemerisik daun kelapa. Rumah yang berjejer di
pinggir jalan juga sederhana tapi cantik. Tiap ada spot yang oke, kami berhenti
buat sekedar melihat-melihat pemandangan atau nonton orang-orang lagi surfing. Ooohh.. I love living a slow life like this.
Peggy dan Raisa juga belum pernah hiking sebelumnya. Jalan santai bareng orang-orang kantor tiap Jumat pagi aja hampir bikin Raisa pingsan dan Peggy, walaupun masih bisa keep-up, tetep aja suka pegel-pegel setelahnya. Tapi ternyata mereka bisa juga menaklukkan terjalnya bukit di Hiliamaeta yang kemiringannya hampir 45 derajat itu. Aku sendiri tidak terlalu kesulitan mendaki bukit ini karena sudah terbiasa kesini sejak kecil. Meskipun harus berhenti berulang-ulang kali, wajah mereka sampe pucat pasi karena lelah dan haus, tapi akhirnya mereka sampai juga ke puncak dan justru paling getol foto-foto di tengah desa. Perjalanan turun juga perjuangan banget karena kaki kami harus kuat menahan berat badan kami (iyaaa...kami berat!). Tapi begitu sudah sampai di kaki bukit, mereka dengan puas ngomong gini, “Gila, bisa juga ya kami mendaki kampungmu, Cen. Untung kami ga pingsan”. Walaupun sebenarnya mereka jera juga diajak mendaki bukit lagi wkwk..
Fyi, kampung asli keluarga mamaku adalah Hiliamaeta. Kakek,
nenek, paman dan keluarga besarku masing tinggal di desa ini. Desa Hiliamaeta
ini berjarak sekitar 1 km dari Pantai Sorake dan Pantai Lagundri yang terkenal
dengan ombaknya yang diidolakan para peselancar itu. Sama seperti Bawomataluo
dan desa-desa lain di Teluk Dalam, desa kami ini terletak di atas bukit,
makanya namanya hili =bukit. Di tengah-tengah desa, ada sebuah halaman yang
berlantaikan batu dan semua rumah adat berjejer dari ujung ke ujung. Di
tengah-tengah halaman tersebut ada rumah adat besar dan batu setinggi 2,1 meter
yang terkenal dengan atraksi Lompat Batu. Untuk masuk ke desa ini ada 2 jalur,
jalur yang bisa pake motor dan jalur buat pejalan kaki aja.
![]() |
The struggle 😫😫 |
![]() |
Salah satu dari 2 patung naga yang terdapat di tangga teratas menuju halaman desa. |
Peggy di halaman desa Hiliamaeta |
Aku sih taunya
jalur buat pejalan kaki doang. Disitu kami harus mendaki bukit dulu sekitar 30
menit (kalo orang lokal paling lama 10 menit), jalannya ga jauh sih...tapi
curam banget, hampir 45 derajat. Kemudian kita naik tangga yang cukup banyak
dan juga curam. Di sepanjang tangga ada rumah warga dan beberapa gereja. Jadi
jangan heran kalo sambil mendaki, banyak mata yang memperhatikan dan bahkan
mereka tidak segan-segan menyapa. Karena setiap orang di desa ini saling kenal
dan mereka tau ketika ada orang asing dan pengunjung yang masuk ke desa mereka.
Sekembalinya dari short
gateaway kami, aku jadi sadar bahwa terkadang kita tidak tau sejauh apa
kemampuan kita hingga suatu saat kita dipaksa untuk melakukannya. Kita perlu
sesekali menantang diri dan mencoba hal baru untuk dapat menemukan diri
sendiri. Tantangannya ga harus berjalan di atas bara api atau berenang di laut
penuh hiu kok, cukup hal-hal sederhana yang selama ini ga pernah kita lakuin
entah karena ga berani, males ataupun karena ga kepikiran.
Selain itu, keluar
dari rutinitas sehari-hari itu juga penting untuk menjaga keseimbangan jiwa.
Memaksakan diri untuk tetap produktif disaat otak sudah mentok dan jenuh juga
sama aja bohong, yang ada malah jadi bad
mood, males-malesan yang akhirnya mempengaruhi kinerja dan hubungan baik
kita dengan rekan kerja.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah sesekali mencoba
untuk slow down dalam hidup memberi
kesempatan bagi kita untuk menghitung berkat dan kemudian bersyukur akan setiap
hal yang diberikan secara cuma-cuma bagi kita oleh Sang Empunya kehidupan.
One of our favourite spots at the hotel. A hut at the corner of the garden, overlooking the sea 😍🏩 |
Untuk hari-hari selanjutnya, selagi aku masih bisa, aku akan
mencoba menerapkan ini:
Challenge myself
Embrace
every moment
Live my life
to the fullest
and (try to)
Be gratefull all the time
Semoga 🙂
No comments:
Post a Comment