Monday, November 19, 2018

# Bintaro # College

A Gratitude Journal

Always go with the choice that scares you the most, because that's the one that is going to help you grow - Caroline Myss
 And here I am now, scared  yet psyched by my own choice.

Setelah hampir 3 tahun bertugas di kampung halaman, Pulau Nias, finally 3 September 2018 aku pindah kembali ke Pulau Jawa. "Finally" bukan karena aku tidak menikmati pekerjaanku selama ini, sebaliknya, aku justru di zona ternyaman selama 3 tahun terakhir sampai aku takut aku bakalan tenggelam dalam kenyamanan itu. Setelah penantian panjang, persiapan dan perjuangan bolak-balik sana sini, akhirnya aku mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di D4 Akuntansi STAN tahun 2018 ini.


Aduuuhh..sudah 3 bulan disini dan entah kenapa sampai sekarang tiap ingat bahwa aku bisa jadi mahasiswa di kampus ini lagi, aku otomatis ber-"terimakasih Bapa" dalam hati.

Alasan kenapa aku sampe segitu bersyukurnya bisa kuliah disini tuh ya karena sejak wisuda D3 dulu, aku memang bercita-cita untuk kembali lagi. Namun berhubung kuliah kembali disini berarti (1) bersaing dengan sesama STAN yang udah ketahuanlah ya gimana otak dan cara belajarnya, (2) yang diambil semakin sedikit, tahun-tahun sebelumnya ada 4 kelas untuk spesialisasi akuntansi dan 2 tahun terakhir hanya ada 2 kelas, (3) aku manusia sangat tau diri bahwa aku dulu mediocre dengan IPK mediocre sementara senior di atasku yang keterima di D4 STAN adalah rata-rata IPK dewa, (4) sudah kelamaan kerja dan ga nyentuh buku kuliah, ga tau mau belajar mulai dari mana.

Btw, aku dengan harapan yang luar biasa untuk bisa lanjut kuliah lagi ini sempat bikin aku gelisah berlebihan (thus my recent "galau" posts 😝). Selama hampir setahun, aku ga punya hal lain yang bener-bener sematerial "pengen D4". Soalnya tahun ini, pengumuman penerimaan calon mahasiswa tugas belajar sedikit agak lebih lama dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kemudian, aku juga terlambat setahun untuk mencoba ujian D4 karena peraturan tertentu yang ga membolehkan aku nyoba. Perasaan "terlambat selangkah dibanding teman-teman yang lain" dan harapan setinggi langit itulah yang bikin anxiety-ku juga setinggi langit. Tapi puji Tuhan, sekitar bulan Mei (kalau ga salah), pengumuman penerimaan calon mahasiswa tubel keluar juga. 

Ngomong-ngomong tentang masa-masa anxious berlebihan, life plan ku bener-bener ga jauh-jauh dari D4, bahkan sampai apakah aku perlu membeli suatu barang, apakah aku harus ikut ajakan teman untuk travelling ke suatu tempat, apakah aku harus melakukan ABCD termasuk tentang keputusan terpenting sekalipun, itu selalu diputuskan berdasarkan "ini bakalan mengganggu plan buat kuliah lagi ga? ntar klo aku beli ini, duitku masih cukup ga buat persiapan bolak-balik ke Medan untuk ujian D4?". I was that obsessed and determined sampai akhirnya justru dekat-dekat ujian, aku merasa aku harus lebih nyantai kalau pengen berhasil. Soalnya gelisah terus-menerus justru bikin aku ga bisa fokus dan takutnya ntar ga bisa nerima kenyataan #tsaah... kalo ternyata hasilnya ga sesuai harapan

Dan akhirnya, disinilah aku, kembali berkutat dengan PR yang kok kayaknya ga habis-habisnya, trying to keep up dengan teman-teman sekelas yang pinter-pinter (bangga aku tuuuhh sekelas sama mereka), sembari menikmati hari-hari libur yang diakibatkan kelas cancel. Can't thank God enough for this opportunity, tiap ingat gimana aku ditemenin selama penantian,persiapan dan ujian-ujian, aku langsung malu sama diri-sendiri yang dulu kok kayaknya gelisah parah.

Aku juga ga akan bisa melupakan teman-teman terdekatku yang jadi tempatku berkeluh-kesah tentang persiapan D4, berbagi materi persiapan ujian, berbagi info try out online dan yang cuman "one-chat away" mendengarkan ceritaku tentang berbagai hal termasuk hal pribadi. Adik-adikku yang selalu jadi supporter terbesarku, khususnya Paul, yang selama 3 tahun terakhir, bukan cuman sebagai adik, tapi udah kayak sa.ha.bat. Ga ada hal yang terjadi di hidupku dan hal yang terlintas di pikiranku selama 3 tahun ini yang dia gatau. Dan asiknya, dia bisa banget diajak diskusi dan dia tipikal orang berpendirian namun terbuka dengan berbagai persepsi dan masukan. Jadi aku bisa ngmong apa aja, hal paling aneh dan ekstrim sekalipun, tanpa merasa di-judge atau aku yang berpikir "duh...dia ga akan ngerti nih".
You know what's funny? I forgot that my brothers are no longer kids that it's now their turn "brother-ing" me, instead of me "sister-ing" them. 
"Brother-ing" and "sister-ing", I'm not even sure if those are words but you know what I mean. Sekarang kita udah bisa saling menasehati, mendukung dan mendorong. Ga cuman aku sebagai kakak yang selalu ngasitau mana yang benar dan salah ke adik-adiknya. Thank God🙏

Aku juga bersyukur punya mama dan bapak yang walaupun sebenarnya berat hati membiarkan anaknya nyoba kuliah lagi (karna kalo lulus, aku merantau lagi), namun seperti mereka selama ini, mereka selalu mendukung anak-anaknya. Makanya sampai sekarang, aku tiap melakukan sesuatu, kalo mau bandel pun, sebisa mungkin jangan yang efeknya bakalan bikin mereka kecewa. Kasian soalnya, udah luar biasa supportive ke anak-anaknya, eh malah dihancurin kepercayaan dan harapannya (pikiran ini juga sih yang kadang bikin aku kesel ke mereka kalo kadang mereka ga percayaan ke aku. I was like "why won't you trust meeee?)

Trus, satu lagi. Ada berapa kali dalam hidup, kita merasa bahwa sesuatu yang awalnya kita pikir adalah halangan malah menjadi jalan? Aku lupa berapa kali aku ber-negative thinking ke sesuatu hal atau seseorang yang menurutku bakalan menghalangi aku menuju ke tujuan awalku. Tapi kali ini, aku memutuskan untuk tidak lupa.

Di tengah-tengah persiapanku untuk D4 ini, di kala aku merasa semua hal ga material harus disisihkan dulu untuk bisa kuliah lagi, ada orang yang awalnya aku rasa bakalan "menggangu" malah sebaliknya jadi penolong. Biggest helper and supporter, malah. Mungkin ini tuh salah satu cara Tuhan menjawab doa-doaku selama ini yang helpless ga tau gimana cara buat belajar yang efektif dan efisien untuk memperbesar kesempatanku untuk lulus. And now, we're bestfriends and after helping me with the test, he's been helping me with the lectures. Yup, ini tuh lebih ke dia yang bantuin aku, sementara aku useless. Aku ga tau manfaatku apa ke dia wkwkkw...😜. Terimakasih seribuuu... Mungkin pesan moral dari ini semua untukku adalah (1) jangan negative thinking, (2) God can work through peculiar ways, in  unseemly time, through unexpected people. All you need to do is ask and relax.

Btw, ini tuh udah bulan November 2018, playlist-ku setiap saat sudah lagu-lagu natal. Can't wait for christmas and home. Aku udah beli tiket pulang ke Nias 2 bulan sebelum tanggal keberangkatan. Ini juga sekalian mengigatkanku bahwa tahun 2018 akan berakhir dan tahun 2019 udah mulai ngintip. Sudah mulai memikirkan resolusi dan harapan yang harus dicapai di tahun 2019. Berhubung aku ga pernah bikin resolusi karena ga yakin bisa komitmen, aku biasanya menetapkan harapan (lebih ke goal sih sebenarnya). Puji Tuhan, harapan untuk tahun 2018 tercapai, aku bisa kuliah lagi. 

Nah sekarang kepikiran tahun 2019 nih. Since I think, I've been in a very good term right now and there's one more goal that I haven't achieved yet (masih banyak sih harusnya, tp ini kayaknya yang timingnya paling pas), I've been thinking of this "wish". Tapi ini kayaknya rada susah. Tapi balik lagi kayak quote di atas "scary things help you grow and God can work in peculiar ways", so let's see what 2019 would bring me.

With a thankfull heart,
Dian💓




No comments:

Post a Comment