Showing posts with label Random Thought. Show all posts
Showing posts with label Random Thought. Show all posts

Thursday, September 23, 2021

Life Update, Suami, Sekolah dan Beasiswa!

September 23, 2021 1 Comments

Menikah dengan orang yang sama-sama passionate sekali dengan sekolah emang seru ya...jadi punya penyemangat untuk terus bertumbuh berkembang dan kejar sekolah setinggi-tingginya, sejauh-jauhnya. Sejak pacaran kondisi kami ga jauh-jauh dari LDR karena salah satunya sedang kuliah dan/atau sedang mengejar beasiswa untuk bisa berkuliah lagi. Hingga saat ini ketika kami sudah menikah dan akhirnya bisa sekota, pak suami malah menerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk kuliah lagi (puji Tuhan, God is so good to us). Kami seharusnya sudah mulai menjalani long distance marriage lagi per 16 Agustus 2021. Puji Tuhan, pandemi ini mengharuskan semua kegiatan perkuliahan dilaksanakan secara online sehingga aku tidak harus gegalauan ditinggal suami kuliah di masa-masa hamil. Ehm, yes, We are pregnant, my husband and I. I'm pregnant with our baby and he is pregnant with all the food he got to devour accompanying me eating.


Di sela-sela segala mual, pusing dan pegal-pegal yang melanda di awal-awal kehamilan ini, aku bersyukur bisa menjalaninya dengan didampingi suami yang penyabar, pengertian dan supportive. Terkadang ketika badan rasanya ga enak banget, aku sambil ngomong ke suami, "Bang, aku jadi ngerti perasaan teman-temanku yang menjalani masa kehamilan berjauhan dengan suaminya. Tiap hari bikin status pengeeeenn banget cepet-cepet mutasi ke kota tugasnya suami. Kalo aku di posisi mereka, aku pun sepertinya akan seperti itu". Ngomong begituan aja bisa sampai terharu banget rasanya. Sejak hamil, jiwa meloku emang semakin menjadi-jadi.


Btw, selain merasakan berbagai perubahan secara fisik selama kehamilan, akhir-akhir ini aku juga merasa bahwa hal-hal yang dulunya begitu jelas bagiku, menjadi abu-abu dan aku pun mulai mempertanyakan segala sesuatunya. Aku mulai kembali mempertanyakan pilihan karirku, cita-citaku, apakah aku akan bersekolah lagi dan apakah aku layak untuk mendapat kesempatan untuk bersekolah lagi, apa sebenarnya hal-hal yang benar-benar bermanfaat yang telah kulakukan dalam hidupku, dan lain-lain. Aku merasa tidak seperti diriku yang dulu, yang selalu driven,  a go-getter, punya tujuan jelas, timeline dan ambisi. Saat ini aku masih terus berdoa dan berusaha masuk ke dalam diriku sendiri, karena berada di keadaan ini nyaman sekaligus tidak nyaman bagiku.


Sembari terus bertanya-tanya, aku memutuskan untuk berusaha melakukan yang terbaik di tempatku bekerja, berusaha mengalahkan ketidaknyamanan yang kurasakan selama hamil dan menikmati setiap hal yang kulakukan dalam mendukung pekerjaan suami. Aku menikmati masa-masa menemaninya persiapan wawancara untuk beasiswa Chevening dan AAS, aku menikmati menjadi teman diskusinya ketika merencanakan sesuatu, aku menikmati ketika turut mencuri dengar atau membaca materi perkuliahannya. I enjoy being his companion.


Talking about my husband, for me and perhaps for many, my husband is a good mentor/ advisor and the biggest initiator. Passion beliau untuk terus berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Nias emang ga ada habisnya. Setelah bimbelnya harus tutup karena pandemi, beliau terus berpikir bagaimana caranya agar dapat membantu para siswa dan mahasiswa Nias belajar. Akhir-akhir ini, beliau sedang giat-giatnya untuk mensosialisasikan berbagai kesempatan meraih beasiswa kepada anak-anak Nias, khususnya beasiswa LPDP kategori afirmasi. Beliau telah beberapa kali mengadakan kegiatan virtual sharing session terkait beasiswa tersebut dan mem-follow up dengan melaksanakan kelas persiapan TOEFL secara virtual. Dan disinilah peranku, dengan sebisa mungkin menjadi tentor/pengajar sekaligus memaksaku untuk kembali belajar Bahasa Inggris yang baik dan benar. Aku bersyukur karena di saat-saat seperti ini aku jadi merasa dibutuhkan, bermanfaat dan punya tujuan (jangka pendek, at least). Walaupun saat ini aku masih berperan sebagai supporter yang baik saja, sepertinya aku emang ga harus memaksakan diri untuk selalu on top of everything. It's OK to not be a hero today! 

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Kak Liguori Ledhe, LPDP awardee ,
Australian National University.

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Bang Ridho Juliandra, LPDP awardee ,
University of Nottingham, UK. Beliau juga salah satu advisor Pak Suami ketika menyusun essay untuk
apply beasiswa Chevening dan AAS.

Sharing session pada 17 September 2021 dengan beberapa adik-adik lulusan IKIP Gunungsitoli yang bercita-cita untuk kuliah lagi. Narasumber Intan Gea, awardee LPDP 2021. Btw, she's so humble and the way she spoke about her journey to scholarship was so uplifting menurutku. Adik-adik dari Nias perlu banyak mendengar cerita-cerita penyemangat and relatable seperti ceritanya Intan☺

Lastly, buat teman-teman yang punya cita-cita kuliah lagi bahkan sampai ke luar negeri, mending segera cari-cari info dan persiapan deh. Kesempatan meraih beasiswa dan berbagai info terkait tips and trick meraih beasiswa bertaburan banget loh di internet, bahkan di youtube, orang tuh sampe share kehidupan sehari-hari mereka di kampus, kosan/apartment selama menempuh pendidikan menggunakan beasiswa. Kalo pengen sharing atau tanya-tanya terkait LPDP, Chevening, dan Australia Awards Scholarship, bisa reach out juga kesini, perhaps my husband can help haha...


Cheers,
Dian❤


Saturday, May 22, 2021

You Preggo?

May 22, 2021 0 Comments
Hi, para newly married ladies yang berbahagia dan timbangannya makin hari makin ke kanan. 
I know you feel me, cause I feel you too😀

I feel the happiness you feel in your heart, you forget to count the calories you eat. The comfort of the food shows through your face. It plumps your cheeks.

I know what your clothes and your husband have in common. They hug you so tight, it gets tighter every day. They envelop all your curves, radiating warmth. You won't catch a cold.

I've been posting some photos of mine (or ours) on social media post married and I am super aware that I've been putting on some weight. But I didn't really realize that I'm that type of woman who's bigger in the midsection until some of my friends asked if I'm pregnant or not😂. 

"No, guys. I wish but I'm not pregnant just yet, not that I know of. That big belly of mine is just a bundle of happiness, fat, gas and feces", that's how I replied to them.

For now, we have no reason to panic and rush into getting children. I haven't made any plan on booking an appointment with an ob-gyn, yet. The longing is there but we don't see the point of sweating it too much, except pray for it day and night. 
unsplash.com
Unlike in the old times, couples nowadays are struggling to have children of their own. Some of my friends waited or are waiting for years to be pregnant. Let alone, some people choose to live a childfree marriage. I can understand why my family and dearest friends already start asking me such questions. I can see that they all come from pure hearts, best intentions.

My bones were not hidden from Thee when I was made in secret. curiously wrought in the lower parts of the earth. -Psalm 139:15-

Hi, my future kid(s), I know that Father Jesus already knows everything about you loooonggg before your Dad and I would know you would've existed. He has the best plan and beautiful design for you, me, and your Dad. And even if you would never be destined to be with us, "Everything's gonna be alright, Dek", that's how your Dad would say to me. He gets our back💪

Just like what has been written in Psalm 124:8,

Our help is in the name of The Lord, who made heaven and earth.


Fiat Voluntas Tua. 

Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.


Dian 💕 



Friday, May 21, 2021

The Perks of Being A Newly-Wed Working Wife

May 21, 2021 0 Comments

Dan di atas semuanya itu, kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. -Kolose 3:14-

Ayat di atas adalah ayat yang dituliskan suamiku dalam undangan pernikahan kami 4 bulan lalu. Ketika mendesain undangan pernikahan kami, dia mendiskusikan segala sesuatunya kecuali pemilihan ayat tersebut. But I won't complain a thousand times.


Hampir 4 bulan menikah, hmm..rasanya gimana ya? Belum ada waktu panjang untuk punya reflective thought yang dalem sih, tapi puji Tuhan, 4 bulan ini adalah bulan-bulan penuh syukur, penyesuaian, belajar, dan perkenalan. Penuh syukur karena jika iseng-iseng throwback ke perjuangan selama pacaran, LDR from day 1 of dating, berjuang dapat restu hingga persiapan nikah, aku masih terharu banget.

Bandung, January 21st, 2021

Anyway, penyesuaian mungkin hal yang paling umum dialami sama semua newly weds; yang dulu cuman mikirin diri sendiri, sekarang ritme hidup dan segala keputusan harus mempertimbangkan kebutuhan dan kenyamanan pasangan. Nah, 4 bulan ini kira-kira seperti apa sih? 


1. Belajar Bareng

Nah, belajar ini nih yang seru banget buatku. Di awal pernikahan ini, belajar untuk kami adalah baik belajar tentang kehidupan #tsaahh... maupun literally belajar-try out-persiapan ujian. Sepertinya, hal paling awal yang mempersatukan kami dulunya adalah kesukaan kami untuk terus bersekolah. Klise sekali kan kedengarannya kan? haha...kesannya cupu dan kutu buku banget. Tapi enggak gituuuu...kalo aku pribadi, aku suka proses belajarnya tapi "benci" ujian, karna biasanya nilai ujianku pasti biasa-biasa aja, padahal belajarnya udah maksimal banget huhuhu... Kalo kenapa suamiku pengen sekolah terus, jawabannya pasti sangat filosofis dan visioner sodaraaaa...jadi kalo mau tau alasan dia ingin bersekolah lagi, ntar kita baca scholarship application essay-nya aja yaa 🙆. 


Sedikit curcol, dulu beliau PDKT ke aku ketika aku sedang persiapan ujian tugas belajar D4 di PKN STAN. Beliau jago matematika, jadi tiap hari dia selalu ngirimin 10 soal matematika via WA dan sekali 2 minggu buatin try out matematika untukku. Hingga akhirnya kami harus LDR karena aku harus kuliah ke Bintaro, dia masih terus menjadi teman belajar selama kuliah dan skripsian. Kami bahkan menjadi co-author dari jurnal publikasi pertama kami, puji Tuhan! Sekarang setelah nikah dan aku udah selesai kuliah, beliau yang pengen lanjut kuliah lagi dan jadi pemburu beasiswa. Hampir tiap malam kami belajar dan try out IELTS, nulis application essay dan ngawanin beliau ujian wawancara. I don't know why, dari setiap pengalaman bersama di awal pernikahan ini, momen-momen bermimpi dan berusaha untuk sekolah lagi adalah hal yang paling kunikmati. Puji Tuhan, dipertemukan dan dipersatukan dengan seseorang yang sama-sama pemimpi dan punya mimpi yang kurang lebih sama.


2. Kenalan

Perkenalan ini juga seru dan kadang bikin emosi naik turun. Selain berkenalan dengan suami dan keluarga besarnya, 4 bulan ini merupakan momen self-discovery buatku. Aku makin sadar kalo aku punya mood swing yang agak parah. Kalo dulu hidup sendiri, bete ya ga tersalurkan, ga ada yang nyadar juga. Berhubung sekarang udah hidup bersama dengan orang lain, ada momen-momen yang aku sedang capek, sensi atau lagi males ngobrol. Ternyata aku cukup sering tidak rasional haha...Having someone to live with for almost 24/7 is like having a CCTV, witnessing all your rain and rainbows. But, my CCTV is no regular CCTV, it's an upgraded version. It hugs, consoles and bears with me 😋. 


3. Balancing Everything

Sebelum nikah, aku tidak terikat dengan adat istiadat dan tradisi, ga punya kewajiban untuk ikut kondangan, perkumpulan, dll. Namun sejak nikah, aku "terpaksa" harus membiasakan diri dengan segala agenda-agenda tradisi dan sosial, terlebih karena aku sekarang berdomisili di kampung halaman, maka agendanya banyaaaakkk banget. Saat ini, aku kadang agak kelelahan dan pusing ngatur jadwal agar tetap bisa menghadiri berbagai acara nikahan, acara keluarga, dll tanpa mengorbankan waktu bekerja, ga izin-izin mulu dari kantor, tetap bisa perform dan berkarir. Boro-boro mikirin me time yang banyak kayak waktu masih lajang. Tapi aku bersyukur sih, setidaknya di minggu malam, aku bisa punya waktu buat diri sendiri untuk baca-baca, nulis diary, dll. Pak suami pun sepertinya udah tau polanya dan dia emang selalu bilang kalo kami berdua memang butuh space juga, so he makes sure that I'll let him know when I need some space, some time alone.

Weekend and libur? it's kebaya and kondangan time dong guys💃


4. 
Bingung dan Membego Bersama

Other than all the things above, kita masih banyak bingung dan begonya haha...Banyak rencana dan kerinduan, tapi yah dijalanin aja dlu. We're taking one thing at a time, we don't have figure out everything all at once. Puji Tuhan, sekarang bisa berdoa bareng. Setiap kali kita pengen A, kita bisa doain bareng biar Tuhan yang mempertajam apakah emang sebaiknya kami melakukan A sekarang, nanti dulu atau ga usah dulu deh. Selain itu, kita juga masih bersama orang tua, masih ada yang bisa nuntun dan nangkep kalo-kalo kita salah langkah trus oleng haha..


Oh ya, unlike other typical young wives yang begitu nikah mendadak hobi masak-masak gitu, aku malah belum pernah masak sendiri sejauh ini, masih sebatas bantu-bantuin mama mertua dan kakak aja di dapur. Setiap keluarga itu punya cara masak dan selera sendiri, maka sejago-jagonya kita masak di rumah sendiri, pasti akan jadi kayak orang ga bisa masak di rumah orang lain. Nah, aku saat ini sedang di fase itu, di dapur mama mertuaku, I'm still a rookie, a newbie haha...Berhubung aku lebih banyak di kantor dan dampingin suami ngerjain kegiatan ekstrakurikulernya, I don't invest much time in the kitchen and I don't think that I will upgrade to a higher class anytime soon. But I won't sweat it, I believe that not being a masterchef  doesn't make me less of a woman, less of a good wife. Semoga tetap bisa jadi penolong yang baik ☺


Well, senang deh akhirnya bisa random post lagi, berasa accomplished dan produktif banget haha...Sudah rinduuuu sekali bisa ngetik-ngetik lagi, mudah-mudahan bisa berkomitmen untuk rajin lagi haha....


More stories to come y'all,

Dian💑💓

Sunday, October 4, 2020

Don't Talk To Me Like That!

October 04, 2020 0 Comments
"There are people around us who has the most damaging mouths and we know that by the time we get around them, we're gonna be damaged, we're gonna be slammed. They don't even hide it, they wear it like a badge. It's almost like an entitlement that they hurt other people." - Jimmy Evans on Marriage Today.

I was in a "throwback" mood when I was going through my old journal and stumbled upon a note of Jimmy Evans' sermon that I wrote on Wednesday, May 6th 2020. Apparently, I was having an anger issue and trying to self-assess what caused this whistling-ready-to-explode-teapot-I had in my chest. I usually found my journal as a sanctuary for me. Whenever I felt like bottling an emotion, journaling helped sorting things out and calmed me down. I built this system in order to avoid venting my rage. Sometimes, on my lucky days, I could choose to control myself. But, when I couldn't, I am the dumbest and the sharpest-tongued person. Just like what Jimmy Evans said about the damaging mouths, my words hurt. 

Right before listening to Jimmy Evans' sermon, I was having all these questions in my head, "How people can be so feisty and mean with their mouths? What's in their heads? Who hurt them? Why can I be so hurt only by words? Why do they keep resounding in my head?". I was asking with my finger pointing out without realizing that I have the same exact tendency with my mouth when I rage.

Well, I wrote the whole sermon but here are my takeaways.
  • Parents are the most profound influence in children. We have a tendency to do what our parents did even when we don't like it.
  • Our past shapes our present. If we have a bad way of talking, where do we get it? From our own home, school, inner circle? Have we seen on movies, read it somewhere? etc.
  • Hurt people hurt people. Those with the sharpest tongues, meanest mouths, coldest hearts could be the people with wounded hearts. They harm others to hide how fragile and vulnerable they really are. It's like a self-defense system, kill before you get killed!
It seems like Jimmy was suggesting to blame our parents, family, loved ones for all the bad emotions we've been bottling up. But no!

What he was saying was we can be the ends of all the damage and disfunctions in our family, community, and etc. Forgiveness is the key. We don't wanna carry trash and give it to others, especially to our children, if we're planning to have one(s). We forgive the people and the event. We can always choose to dispose all the toxins and move on with our life. It is healthier for us to stop the anger reside within us and hurt other people through us.

Finished reading the story of the day, I turned the pages and read the next stories. Well, listening to Jimmy and writing the sermon didn't simply settle things down and make me a more composed, forbearing person. There were still some ugly days down the road. But at least, I now have a better understanding of why people do what they do, including why I act and react the way I do.

As I said before, journaling is a system I built to elaborate and analyze my feeling. Do I have a right to feel, think and react in a certain way. I always try my best to not vent, but when I do, I always and always thank my father for his wide-as-the-ocean heart. I love him for his forbearance and aspire to have the littlest size of his big heart.
This photo was taken in 2015 while Bapak was visiting me in Jakarta.
Bapak's visits meant good food, new clothes and make up from Mama👪


With love,
Dian💛

Friday, September 18, 2020

Wow, Mewah Sekali Hidupku!

September 18, 2020 1 Comments

Hampir 6 bulan ngekos di Senen dan aku belum merasa pewe juga. Apa ya yang kusuka disini? Lingkungannya padat penduduk, kos-kosan mahal, kamar/rumah yang sempit dan biaya hidup tinggi. Saking sedihnya harus pindah dari Bintaro kesini, pertama kali aku menginjakkan kaki di kamar kosan baru, aku nangis. Nangisnya ga bentar sis, putus-nyambung kayak hubunganmu dengannya😜. 


Satu-satunya yang menjadi alasanku untuk stay disini ya karena jaraknya yang cuman 20 menit jalan kaki ke kantor, tanpa harus ngojek atau ngangkot. Di masa pandemi ini, nglaju dari Bintaro tercinta, naik krl dan ojol, bukan pilihan yang tepat buatku.


Ngomong-ngomong tentang pilihan, baru-baru ini aku menyadari betapa "mewah"nya hidupku. Alkisah, aku ada keperluan yang mengharuskan aku untuk pulang kampung dan mengunjungi beberapa kota. Seperti yang kita ketahui bersama, pemerintah mengharuskan penumpang pesawat untuk melakukan rapid test/PCR sebelum terbang. Maka, jadilah aku yang hampir ga pernah ngeliat matahari ini, harus keluar kosan menuju klinik untuk rapid test.


Btw, sejauh ini, aku cukup berusaha untuk disiplin mengikuti protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. Aku ga pernah naik transportasi umum kecual pesawat karna emang ga punya pilihan lain. Selain itu, aku kemana-mana selalu jalan kaki atau mesen g*car dan gr*bcar. Walaupun harus mengeluarkan duit lebih banyak untuk naik blablabla-car, tapi lagi-lagi, saat ini ojek bukan pilihan yang tepat buatku.


Dari dalam mobil menuju klinik, aku dibukakan matanya akan betapa mewahnya sebuah pilihan. Ketika aku bisa memilih untuk naik transportasi yang nyaman dan cenderung aman, ada orang-orang yang terpaksa harus naik kendaraan umum demi bisa makan dan syukur-syukur nabung. Ketika aku bisa memilih untuk tetap stay di kosan yang belum bisa membuatku pewe iniiiii, ada orang yang tidak memiliki pilihan sama sekali selain harus menantang risiko di luar rumah untuk bekerja.  Di kala aku mulai kewalahan dengan kerjaan yang semakin bertambah, ada orang-orang yang kebingungan mau kerja dimana sekarang. 


Wow, mewah sekali hidupku!


Trus aku mau cerita lagi.


Beberapa hari yang lalu, tunanganku nelfon (Oh ya, I'm engaged now. We'll get to that later 😊). Dia cerita tentang kegiatannya berkunjung dan ngawasin pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di Nias (Yes! We're Jakarta-Nias apart 🤷). Jadi katanya, ada petugas sensus yang harus jalan kaki sejauh 8 km ke dalam hutan untuk mendata keluarga-keluarga yang tinggal di kebun. Keluarga-keluarga itu hidup di gubuk, tanpa listrik, tanpa sinyal internet dan makan seadanya dari kebun mereka. Trus percakapan selanjutnya kira-kira seperti ini:

👩: "Ih kok sedih kali dengarnyaaaa..."

👨: " Loh, emang kau ga pernah melihat atau mendengar kesusahan hidup yang seperti itu?"

👩: "Pernahlaah..di Jakarta malah lebih parah sebenarnya. Cuman ya sedih aja kalo diceritain lagi"


Diceritain lagi, makanya sedih. Kalo ga diceritain, ya lupa. 


Lupa kalo hidupku ini mewah banget.


Kamu juga sering lupa kan?Hehehe...


Udah ahh...udah jam 8 malam. Aku mau buka Excel lagi, lanjutin kerjaan, sampe ngantuk, trus tidur dan besok bangun pagi sambil ngeluh-ngeluh betapa kerjaan kok ga ada habis-habisnya.



Cheers,






Friday, July 10, 2020

Waiting On The Light

July 10, 2020 0 Comments
I've been watching Say Yes to The Dress Show on Youtube a little too much to the point that I started contemplating it. I love the show for the show, not because I'm dreaming of getting myself into one of the dresses. Apart from the fact that I DO dream of being in one, I love how this dress shopping thingy can reflect the way life operates.

At the beginning of each episode, the brides come with the ideas of the dresses they wanted, but end up falling in love with other dresses that are the opposite of their early preferences. They don't even look good in the dresses they've been dreaming of. They didn't expect if they will love other dresses.

On the other hand, the brides' entourage can be a safe haven or a pain in the neck. They are the families, best friends, bridesmaids and even the fiancees. For those with the best attitudes, they can be so supportive of the brides. But some people forget that the whole dress shopping thing is not about them but the brides. The lines may be scripted, but I'm pretty sure that the drama can happen in real life, too.

I've been thinking that maybe that's what happens to us most of the time. Just like the brides coming with the ideas of a perfect dress, we're so opinionated on what's best for us and it's throwing us off when the reality doesn't approve to our aspiration. We just can't see it now, we will only understand it till everything is done and all the puzzles are put together.

I have realized that I can't be more disappointed with anybody than to the ones closest to me. This also means that I might have hurt my beloved ones without realizing it. The fact that I care for them and want only the best for them can turn out to be an insensitive deed toward the receiver. Being a people pleaser myself, I often found myself on the receiving end.

Earlier this year, I had ideas of how my 2020 will be. I had plans, I was so excited about it. But then pandemic happened and everything shifted. It's funny that during the lockdown, everything is in a pause but ever-changing at the same time. Everything is adrift without certainty when to anchor. I was a little thrown off when the reality didn't fit into my imagination, and I'm still thrown off sometimes. But this Say Yes to The Dress Show somehow opened my mind. I might have pictures of my ideal future, but that might not what suits me the best. Maybe all the shifts, everything that's been holding me up from what I thought is ideal, is actually what's perfect for me. I just don't know it yet.

To be honest, it's hard to stay positive when the situation surrounding me now is not so encouraging, but I'm taking one step at a time. I'm so pushing myself not to be responsive and take as much time as I need to process everything. These days may be the darkest of the dark, but I close my eyes every night believing that help will come before the dawn. And how do I tell if it's dawn? The Light! I wait on The Light; I hope you do, too 🙂.

Photo by Christine Tutunjian on Unsplash

Thursday, April 16, 2020

Behind Your Closed Door

April 16, 2020 2 Comments
You're the girl in the gown, made your way to the town.
On the cobblestones, you moaned,
"This is perfect," you think, "finally a life of my own"
That one thing of yours that had been long pawned.

Community failed, friends betrayed, family was a colonnade, you exclaimed.
You escaped so you can forget.
In your former life, you used to have a maid.
Here, you make your own bed.

Oh, what a sweet a girl you are.
You sing with your guitar.
You wave from afar.
You have fun at the bar.

But hey, are you always that composed?
Why is your door always closed?
Distance is imposed.
Nothing is exposed.

You despise the daylight,
As if it were a plight.
You only function in the night
When nothing is under the limelight.

Are you even genuinely happy?
Cause you seem a little scrappy.
You sound raspy
Though you do try to look haughty.

Are you fighting a war?
Or struggling in your core.
Who makes you sore?
Tell me what's behind that closed door!

Relax, I won't even ask you first.
I'll just let you thirst
Till you want to burst,
Ready to curse.

Bintaro, April 16th 2020
Dian❤
Photo by Timur M on Unsplash

Thursday, February 27, 2020

My Favourite Love Stories

February 27, 2020 2 Comments
Seperti gadis-gadis pada umumnya, kisah romantis ala disney dan film hollywood merupakan cerita yang paling menarik buatku. Setelah kurenung-renungkan, ternyata kami para gadis (atau setidaknya, aku doang), sudah punya "konsep" cinta, pernikahan, "prince charming with a shining armor" yang kami adopsi dari berbagai media sejak kecil. Kisah cinta, jika bukan sebagai tema utama, akan dijadikan sebagai pemanis untuk setiap cerita. Well, as a hopeless romantic person, aku sih senang-senang aja dengan itu. Love story is still my favorite of all.

Photo by Roman Kraft on Unsplash
Tapiii..of all love stories yang pernah ak baca, dengar atau tonton, ada 3 kisah yang paling mengena buatku dan entah kenapa, tiap aku baca ulang, aku senyum-senyum bacanya. Terlepas dari kejadiannya yang terjadi ribuan tahun yang lalu, entah kenapa cerita ini justru sangat relatable buatku. Mulai dari kegalauannya, penantiannya hingga kehidupan setelah pernikahannya.

I've been willing to write about this since long ago. Postingan ini pun sudah di draft blog sejak 26 April 2018 dan baru diselesaikan sekarang (procasinator emang 😜). Semakin memasuki usia dewasa, aku yakin banyak orang yang mengalami apa yang kualami, mulai mencari konsep kehidupan masa depan. Apakah aku butuh teman hidup? Jika ya, apakah aku siap untuk membina hubungan saat ini? bagaimana dengan ambisi untuk berkarir, ingin sekolah lagi? konsep hubungan seperti apa yang kuinginkan? apa peranku dalam sebuah hubungan? pasangan seperti apa yang kuinginkan? apa yang aku dan pasanganku perlu capai dalam sebuah hubungan? and so on.

Sejak secara tidak sengaja menemukan kisah-kisah ini, konsepku tentang hubungan, "prince charming" dan pernikahan pelan-pelan bergeser walaupun proses pergeserannya sampai bertahun-tahun. Dari yang respon awalku "nah, cowo tuh harusnya giniiii.." sampai kesini-kesini, responku adalah "bisa ga ya aku kayak si tokoh cewe?". By the way, ketiga cerita ini adalah kisah Alkitab. Trust me, ini tuh ga "sejauh dan se-celestial" itu. This is so relatable, aku pun tidak dalam posisi menggurui bagaimana seseorang seharusnya menjalani hubungannya, what do I know. I literally share this as a personal admiration of the characters, the stories and how God involved in their life.

1. Yusuf dan Maria
Aku baru merenungkan kisah Yusuf dan Maria setahunan ini and they suddenly became my favorite couple of all. Selama ini, tiap membaca dan mendengar kisah kelahiran Yesus, aku fokus pada Yesusnya aja (ya emang harusnya begitu sih) tapi trus aku menyadari kalo Allah ga mungkin nitipin Anak-Nya ke orang sembarangan.

Dalam gereja Katolik, Yusuf dijuluki pelindung keluarga Nazaret. Sosoknya ga banyak ngomong tapi justru karna ketenangan itulah dia jadi bisa dengar-dengaran sama Tuhan melalui malaikat Gabriel. Dia ingin meninggalkan Maria, tunanganannya, secara diam-diam karena tidak ingin mencemarkan nama Maria. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk tetap mengambil Maria sebagai istrinya karena dia taat dengan perkataan Tuhan melalui malaikat Gabriel.Tulus banget kan 😊. Dia juga terus menjagai Maria dan Yesus ketika raja berniat membunuh Yesus, hingga menyingkir ke Mesir.

Maria juga perempuan yang taat dan rela dipakai Tuhan untuk karya keselamatan Bapa. Satu perkataan Maria yang selalu kuingat adalah fiat voluntas tua, aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Mana ada sih seorang gadis yang mau hamil sebelum bersuami? Aku yakin bahwa Maria tau risiko yang dihadapinya bersedia untuk mengandung Yesus, tapi dia percaya banget bahwa masa depannya dijamin sama Tuhan. Selain itu, Maria juga sama seperti Yusuf, sepertinya tidak banyak ngomong dan hanya menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

Kalo di zaman sekarang, relationship counselor suka bilang "cari pasangan yang satu value, blablabla...", Maria dan Yusuf kurang satu value apa lagi? Mereka sampai disanggupkan untuk melewati perjalanan panjang menuju Bethlehem, menyingkir ke Mesir, kembali ke Nazaret dan berbagai tantangan yang harus dihadapi sebagai orang tua Yesus. Value mereka apa? ya, mereka nyender dan mandangnya ke Tuhan aja, jadi dua-duanya bisa jalan searah.

2. Tobia dan Sara
Aku sukaaaaa sekali dengan Kitab Tobit ini. There's nothing I dislike about this book. Kitab ini menceritakan tentang 3 keluarga yang taat, mencintai sesama dan sangat mencintai Tuhan. Baik orang yang sudah menikah maupun yang belum menikah dapat berkaca pada tokoh Tobit dan Hana (orang tua Tobia), Raguel dan Edna (orang tua Sara), Tobia dan Sara.

Dikisahkan, Tobit adalah orang yang penuh cinta kasih terhadap sesamanya yang saat itu sedang di pembuangan di Niniwe. Kebaikan hatinya itupun mengakibatkan dia harus hidup dikejar-kejar raja, terancam dibunuh dan diolok-olok oleh tetangganya. Seakan penderitaannya belum cukup, Tobit juga harus menjadi buta setelah menguburkan korban pembunuhan. Dalam kehancuran hatinya, Tobit pun berdoa pada Tuhan dan Tuhan mendengar doanya.

Di saat yang bersamaan, ada Sara yang telah menikah tujuh kali namun suaminya selalu meninggal sehingga ia pun mendapat olok-olok dari pelayan keluarganya. Hal itu membuat dia sangat sedih dan ingin bunuh diri saja, namun dia tidak melakukannya karena dia begitu mengasihi orang tuanya dan dia ga mau menyakiti mereka. Dalam kehancuran hatinya, Sara pun berdoa pada Tuhan dan Tuhan mendengar doanya.

Allah mengutus malaikat Rafael untuk menyembuhkan mata Tobit yang buta dan mempertemukan Sara dengan suaminya, Tobia, anak Tobit. Gila ga sih, mak comblangnya tuh langsung Tuhan melalui malaikat🤣. Tidak seperti suami-suaminya sebelumnya, Tobia tidak meninggal setelah memperistrikan Sara. Ada satu hal yang sangat menyenangkan hatiku dalam kisah ini, yaitu ketika setelah mereka menikah, Tobia mengajak Sara untuk berdoa di Tobit 8:4-5.
Kemudian Tobia bangkit dari tempat tidur dan berkata kepada Sara: "Bangunlah adinda, mari kita berdoa dan mohon kepada Tuhan kita, semoga dianugerahkan-Nya belas kasihan serta perlindungan. Maka bangunlah Sara dan mereka berdua mulai berdoa dan mohon, supaya mereka mendapat perlindungan.
Mengapa aku suka sekali ayat itu? Karena aku yakin saat itu mereka sedang jatuh cinta berat sama satu lain, tapi itu ga membuyarkan mata dan hati mereka kepada Tuhan. Mereka tetap mengarahkan pandangan mereka ke arah yang sama yaitu ke Tuhan. Wow!

Kitab Tobit ini ga hanya menceritakan tentang pencarian pasangan hidup sih tapi juga tentang ups and downsnya kehidupan berkeluarga yang digambarkan Tobit dan Hana serta Raguel dan Edna. Kitab Tobit ini adanya di Alkitab Deuterokanonika yang dipakai Katolik doang sih, makanya sepertinya tidak semua orang familiar dengan kitab ini. Selain itu, sepertinya belum ada buku yang mengupas tentang kitab ini, seandainya ada...I would really love to have my hands on it.

3. Boas dan Rut
Sejujurnya, aku belum pernah membaca Alkitab cover to cover sehingga kisah yang sebenarnya Kitab Rut inipun kuketahui pertama kali dari buku Lady in Waiting yang bercerita tentang bagaimana menjadi seorang wanita yang mencintai dan dicintai Tuhan sebelum akhirnya mencintai seorang pria seumur hidupnya. Buku ini mengupas karakter Rut yang begitu setia dan taat pada Naomi (ibu dari mantan suaminya) dan Boas, pria yang akhirnya menjadi suami Rut.

Secara logika, Rut akan lebih diuntungkan jika ia memutuskan untuk kembali kepada bangsanya. Dia dapat menikah lagi dengan pria sebangsanya namun dia memilih untuk tinggal bersama Naomi, menyembah Allah dan tidak mau kembali ke kehidupan lamanya. Kesetiaan dan ketaatannya itupun mempertemukan dia dengan Boas yang juga berkarakter baik.

Buku Lady in Waiting mampu menjabarkan konsep berpacaran orang Kristen, mengapa kita harus menjaga kekudusan dan mengapa kita tidak seharusnya sibuk kuatir akan pasangan hidup tapi malah harusnya sibuk melayakkan diri. Aku pertama kali baca buku ini di tahun 2012 dan setiap kali aku baca lagi, aku seperti baru membacanya untuk pertama kali.

Selain ketiga pasangan di atas, aku sebenarnya juga suka membaca kisah Ishak dan Ribka yang dikisahkan di Kitab Kejadian dan buku I Kissed Dating Goodbye. Another book that I've been loving recently, baru aku baca 2019 kemarin padahal sudah aku miliki sejak 2012 adalah buku berjudul Hei, kata Tuhan: "Beranakcuculah!".  Aku harus menunggu 7 tahun untuk mau membaca buku ini karena awalnya aku berpikir bukunya akan terlalu berat untukku. Ternyata tidak, bukunya justru so relatable untuk perempuan dan laki-laki, single and married, tua dan muda.

Dan akhirnya, selamat berdoa, menanti, menjalani dan bersyukur.

With love,
Dian💓


Tuesday, March 12, 2019

How I Know He Is Never Gonna Let Go Of Me

March 12, 2019 0 Comments
Tuesday,
March 12, 2019


Our Daily Bread: "In their hearts humans plan their course, but the Lord establishes their steps" (Proverbs 16:9)

e-Katolik : "Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya" (Mat 6:8)

I always focus on the happy ending when I could focus on the happy existence. I always forget that life is about the journey and who you become, not the destination. I defined destination by my own understanding, thought that I own my tomorrows. Forgot that I'm just so dearly loved being given what I thought is mine.

Photo by Paula May on Unsplash
I may be free-falling from the steepest mountain, I may be tired of everything, I may be losing hope of everything but I always know that I'm not on my own, He's always with me listening to every words in between every sobs.

Letting go of things I've been holding to so dearly may break my heart over and over again. Loosing every battle and being lost in each path I take may be tiring. But I know His love is greater than every love I could offer to anybody and every love this world could offer to me.

I have His heart, His whole heart.
He loves me that much. 
That's how I know He is never gonna let go of me.
No matter what.

Dian 💗




Tuesday, October 9, 2018

About What Drains You and What Drains You Even More

October 09, 2018 0 Comments
Tuesday, Oct 9th 2018
00.18 WIB, when one will end a midnight talk with "Good morning and have a nice dream"


Me : Hey, why do you always look like munching on something? Why eat so much?
Also me :  Ya. Coz’ I’m hungry aaalll the time
Me : Ooh…how so?
Also me : Well, coz’ being nice and looking happy all the time need energy
Me : If being nice and looking happy drain you, why keep on being one?
Also me : Oh...honey, let me tell you something. Nobody loves a girl with a sad face. And explaining to people why you're sad drains you even more. Plus, there are always two reasons why people ask you your personal matters. One, they do care about you. Two, they're just curious. It's the last one most of the time"
(a romanticized version of a girl who's hungry all the time)

In an upstair-room, away from home
Dian❤