Showing posts with label Life. Show all posts
Showing posts with label Life. Show all posts

Thursday, September 23, 2021

Life Update, Suami, Sekolah dan Beasiswa!

September 23, 2021 1 Comments

Menikah dengan orang yang sama-sama passionate sekali dengan sekolah emang seru ya...jadi punya penyemangat untuk terus bertumbuh berkembang dan kejar sekolah setinggi-tingginya, sejauh-jauhnya. Sejak pacaran kondisi kami ga jauh-jauh dari LDR karena salah satunya sedang kuliah dan/atau sedang mengejar beasiswa untuk bisa berkuliah lagi. Hingga saat ini ketika kami sudah menikah dan akhirnya bisa sekota, pak suami malah menerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk kuliah lagi (puji Tuhan, God is so good to us). Kami seharusnya sudah mulai menjalani long distance marriage lagi per 16 Agustus 2021. Puji Tuhan, pandemi ini mengharuskan semua kegiatan perkuliahan dilaksanakan secara online sehingga aku tidak harus gegalauan ditinggal suami kuliah di masa-masa hamil. Ehm, yes, We are pregnant, my husband and I. I'm pregnant with our baby and he is pregnant with all the food he got to devour accompanying me eating.


Di sela-sela segala mual, pusing dan pegal-pegal yang melanda di awal-awal kehamilan ini, aku bersyukur bisa menjalaninya dengan didampingi suami yang penyabar, pengertian dan supportive. Terkadang ketika badan rasanya ga enak banget, aku sambil ngomong ke suami, "Bang, aku jadi ngerti perasaan teman-temanku yang menjalani masa kehamilan berjauhan dengan suaminya. Tiap hari bikin status pengeeeenn banget cepet-cepet mutasi ke kota tugasnya suami. Kalo aku di posisi mereka, aku pun sepertinya akan seperti itu". Ngomong begituan aja bisa sampai terharu banget rasanya. Sejak hamil, jiwa meloku emang semakin menjadi-jadi.


Btw, selain merasakan berbagai perubahan secara fisik selama kehamilan, akhir-akhir ini aku juga merasa bahwa hal-hal yang dulunya begitu jelas bagiku, menjadi abu-abu dan aku pun mulai mempertanyakan segala sesuatunya. Aku mulai kembali mempertanyakan pilihan karirku, cita-citaku, apakah aku akan bersekolah lagi dan apakah aku layak untuk mendapat kesempatan untuk bersekolah lagi, apa sebenarnya hal-hal yang benar-benar bermanfaat yang telah kulakukan dalam hidupku, dan lain-lain. Aku merasa tidak seperti diriku yang dulu, yang selalu driven,  a go-getter, punya tujuan jelas, timeline dan ambisi. Saat ini aku masih terus berdoa dan berusaha masuk ke dalam diriku sendiri, karena berada di keadaan ini nyaman sekaligus tidak nyaman bagiku.


Sembari terus bertanya-tanya, aku memutuskan untuk berusaha melakukan yang terbaik di tempatku bekerja, berusaha mengalahkan ketidaknyamanan yang kurasakan selama hamil dan menikmati setiap hal yang kulakukan dalam mendukung pekerjaan suami. Aku menikmati masa-masa menemaninya persiapan wawancara untuk beasiswa Chevening dan AAS, aku menikmati menjadi teman diskusinya ketika merencanakan sesuatu, aku menikmati ketika turut mencuri dengar atau membaca materi perkuliahannya. I enjoy being his companion.


Talking about my husband, for me and perhaps for many, my husband is a good mentor/ advisor and the biggest initiator. Passion beliau untuk terus berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Nias emang ga ada habisnya. Setelah bimbelnya harus tutup karena pandemi, beliau terus berpikir bagaimana caranya agar dapat membantu para siswa dan mahasiswa Nias belajar. Akhir-akhir ini, beliau sedang giat-giatnya untuk mensosialisasikan berbagai kesempatan meraih beasiswa kepada anak-anak Nias, khususnya beasiswa LPDP kategori afirmasi. Beliau telah beberapa kali mengadakan kegiatan virtual sharing session terkait beasiswa tersebut dan mem-follow up dengan melaksanakan kelas persiapan TOEFL secara virtual. Dan disinilah peranku, dengan sebisa mungkin menjadi tentor/pengajar sekaligus memaksaku untuk kembali belajar Bahasa Inggris yang baik dan benar. Aku bersyukur karena di saat-saat seperti ini aku jadi merasa dibutuhkan, bermanfaat dan punya tujuan (jangka pendek, at least). Walaupun saat ini aku masih berperan sebagai supporter yang baik saja, sepertinya aku emang ga harus memaksakan diri untuk selalu on top of everything. It's OK to not be a hero today! 

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Kak Liguori Ledhe, LPDP awardee ,
Australian National University.

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Bang Ridho Juliandra, LPDP awardee ,
University of Nottingham, UK. Beliau juga salah satu advisor Pak Suami ketika menyusun essay untuk
apply beasiswa Chevening dan AAS.

Sharing session pada 17 September 2021 dengan beberapa adik-adik lulusan IKIP Gunungsitoli yang bercita-cita untuk kuliah lagi. Narasumber Intan Gea, awardee LPDP 2021. Btw, she's so humble and the way she spoke about her journey to scholarship was so uplifting menurutku. Adik-adik dari Nias perlu banyak mendengar cerita-cerita penyemangat and relatable seperti ceritanya Intan☺

Lastly, buat teman-teman yang punya cita-cita kuliah lagi bahkan sampai ke luar negeri, mending segera cari-cari info dan persiapan deh. Kesempatan meraih beasiswa dan berbagai info terkait tips and trick meraih beasiswa bertaburan banget loh di internet, bahkan di youtube, orang tuh sampe share kehidupan sehari-hari mereka di kampus, kosan/apartment selama menempuh pendidikan menggunakan beasiswa. Kalo pengen sharing atau tanya-tanya terkait LPDP, Chevening, dan Australia Awards Scholarship, bisa reach out juga kesini, perhaps my husband can help haha...


Cheers,
Dian❤


Saturday, May 22, 2021

You Preggo?

May 22, 2021 0 Comments
Hi, para newly married ladies yang berbahagia dan timbangannya makin hari makin ke kanan. 
I know you feel me, cause I feel you too😀

I feel the happiness you feel in your heart, you forget to count the calories you eat. The comfort of the food shows through your face. It plumps your cheeks.

I know what your clothes and your husband have in common. They hug you so tight, it gets tighter every day. They envelop all your curves, radiating warmth. You won't catch a cold.

I've been posting some photos of mine (or ours) on social media post married and I am super aware that I've been putting on some weight. But I didn't really realize that I'm that type of woman who's bigger in the midsection until some of my friends asked if I'm pregnant or not😂. 

"No, guys. I wish but I'm not pregnant just yet, not that I know of. That big belly of mine is just a bundle of happiness, fat, gas and feces", that's how I replied to them.

For now, we have no reason to panic and rush into getting children. I haven't made any plan on booking an appointment with an ob-gyn, yet. The longing is there but we don't see the point of sweating it too much, except pray for it day and night. 
unsplash.com
Unlike in the old times, couples nowadays are struggling to have children of their own. Some of my friends waited or are waiting for years to be pregnant. Let alone, some people choose to live a childfree marriage. I can understand why my family and dearest friends already start asking me such questions. I can see that they all come from pure hearts, best intentions.

My bones were not hidden from Thee when I was made in secret. curiously wrought in the lower parts of the earth. -Psalm 139:15-

Hi, my future kid(s), I know that Father Jesus already knows everything about you loooonggg before your Dad and I would know you would've existed. He has the best plan and beautiful design for you, me, and your Dad. And even if you would never be destined to be with us, "Everything's gonna be alright, Dek", that's how your Dad would say to me. He gets our back💪

Just like what has been written in Psalm 124:8,

Our help is in the name of The Lord, who made heaven and earth.


Fiat Voluntas Tua. 

Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.


Dian 💕 



Friday, May 21, 2021

The Perks of Being A Newly-Wed Working Wife

May 21, 2021 0 Comments

Dan di atas semuanya itu, kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. -Kolose 3:14-

Ayat di atas adalah ayat yang dituliskan suamiku dalam undangan pernikahan kami 4 bulan lalu. Ketika mendesain undangan pernikahan kami, dia mendiskusikan segala sesuatunya kecuali pemilihan ayat tersebut. But I won't complain a thousand times.


Hampir 4 bulan menikah, hmm..rasanya gimana ya? Belum ada waktu panjang untuk punya reflective thought yang dalem sih, tapi puji Tuhan, 4 bulan ini adalah bulan-bulan penuh syukur, penyesuaian, belajar, dan perkenalan. Penuh syukur karena jika iseng-iseng throwback ke perjuangan selama pacaran, LDR from day 1 of dating, berjuang dapat restu hingga persiapan nikah, aku masih terharu banget.

Bandung, January 21st, 2021

Anyway, penyesuaian mungkin hal yang paling umum dialami sama semua newly weds; yang dulu cuman mikirin diri sendiri, sekarang ritme hidup dan segala keputusan harus mempertimbangkan kebutuhan dan kenyamanan pasangan. Nah, 4 bulan ini kira-kira seperti apa sih? 


1. Belajar Bareng

Nah, belajar ini nih yang seru banget buatku. Di awal pernikahan ini, belajar untuk kami adalah baik belajar tentang kehidupan #tsaahh... maupun literally belajar-try out-persiapan ujian. Sepertinya, hal paling awal yang mempersatukan kami dulunya adalah kesukaan kami untuk terus bersekolah. Klise sekali kan kedengarannya kan? haha...kesannya cupu dan kutu buku banget. Tapi enggak gituuuu...kalo aku pribadi, aku suka proses belajarnya tapi "benci" ujian, karna biasanya nilai ujianku pasti biasa-biasa aja, padahal belajarnya udah maksimal banget huhuhu... Kalo kenapa suamiku pengen sekolah terus, jawabannya pasti sangat filosofis dan visioner sodaraaaa...jadi kalo mau tau alasan dia ingin bersekolah lagi, ntar kita baca scholarship application essay-nya aja yaa 🙆. 


Sedikit curcol, dulu beliau PDKT ke aku ketika aku sedang persiapan ujian tugas belajar D4 di PKN STAN. Beliau jago matematika, jadi tiap hari dia selalu ngirimin 10 soal matematika via WA dan sekali 2 minggu buatin try out matematika untukku. Hingga akhirnya kami harus LDR karena aku harus kuliah ke Bintaro, dia masih terus menjadi teman belajar selama kuliah dan skripsian. Kami bahkan menjadi co-author dari jurnal publikasi pertama kami, puji Tuhan! Sekarang setelah nikah dan aku udah selesai kuliah, beliau yang pengen lanjut kuliah lagi dan jadi pemburu beasiswa. Hampir tiap malam kami belajar dan try out IELTS, nulis application essay dan ngawanin beliau ujian wawancara. I don't know why, dari setiap pengalaman bersama di awal pernikahan ini, momen-momen bermimpi dan berusaha untuk sekolah lagi adalah hal yang paling kunikmati. Puji Tuhan, dipertemukan dan dipersatukan dengan seseorang yang sama-sama pemimpi dan punya mimpi yang kurang lebih sama.


2. Kenalan

Perkenalan ini juga seru dan kadang bikin emosi naik turun. Selain berkenalan dengan suami dan keluarga besarnya, 4 bulan ini merupakan momen self-discovery buatku. Aku makin sadar kalo aku punya mood swing yang agak parah. Kalo dulu hidup sendiri, bete ya ga tersalurkan, ga ada yang nyadar juga. Berhubung sekarang udah hidup bersama dengan orang lain, ada momen-momen yang aku sedang capek, sensi atau lagi males ngobrol. Ternyata aku cukup sering tidak rasional haha...Having someone to live with for almost 24/7 is like having a CCTV, witnessing all your rain and rainbows. But, my CCTV is no regular CCTV, it's an upgraded version. It hugs, consoles and bears with me 😋. 


3. Balancing Everything

Sebelum nikah, aku tidak terikat dengan adat istiadat dan tradisi, ga punya kewajiban untuk ikut kondangan, perkumpulan, dll. Namun sejak nikah, aku "terpaksa" harus membiasakan diri dengan segala agenda-agenda tradisi dan sosial, terlebih karena aku sekarang berdomisili di kampung halaman, maka agendanya banyaaaakkk banget. Saat ini, aku kadang agak kelelahan dan pusing ngatur jadwal agar tetap bisa menghadiri berbagai acara nikahan, acara keluarga, dll tanpa mengorbankan waktu bekerja, ga izin-izin mulu dari kantor, tetap bisa perform dan berkarir. Boro-boro mikirin me time yang banyak kayak waktu masih lajang. Tapi aku bersyukur sih, setidaknya di minggu malam, aku bisa punya waktu buat diri sendiri untuk baca-baca, nulis diary, dll. Pak suami pun sepertinya udah tau polanya dan dia emang selalu bilang kalo kami berdua memang butuh space juga, so he makes sure that I'll let him know when I need some space, some time alone.

Weekend and libur? it's kebaya and kondangan time dong guys💃


4. 
Bingung dan Membego Bersama

Other than all the things above, kita masih banyak bingung dan begonya haha...Banyak rencana dan kerinduan, tapi yah dijalanin aja dlu. We're taking one thing at a time, we don't have figure out everything all at once. Puji Tuhan, sekarang bisa berdoa bareng. Setiap kali kita pengen A, kita bisa doain bareng biar Tuhan yang mempertajam apakah emang sebaiknya kami melakukan A sekarang, nanti dulu atau ga usah dulu deh. Selain itu, kita juga masih bersama orang tua, masih ada yang bisa nuntun dan nangkep kalo-kalo kita salah langkah trus oleng haha..


Oh ya, unlike other typical young wives yang begitu nikah mendadak hobi masak-masak gitu, aku malah belum pernah masak sendiri sejauh ini, masih sebatas bantu-bantuin mama mertua dan kakak aja di dapur. Setiap keluarga itu punya cara masak dan selera sendiri, maka sejago-jagonya kita masak di rumah sendiri, pasti akan jadi kayak orang ga bisa masak di rumah orang lain. Nah, aku saat ini sedang di fase itu, di dapur mama mertuaku, I'm still a rookie, a newbie haha...Berhubung aku lebih banyak di kantor dan dampingin suami ngerjain kegiatan ekstrakurikulernya, I don't invest much time in the kitchen and I don't think that I will upgrade to a higher class anytime soon. But I won't sweat it, I believe that not being a masterchef  doesn't make me less of a woman, less of a good wife. Semoga tetap bisa jadi penolong yang baik ☺


Well, senang deh akhirnya bisa random post lagi, berasa accomplished dan produktif banget haha...Sudah rinduuuu sekali bisa ngetik-ngetik lagi, mudah-mudahan bisa berkomitmen untuk rajin lagi haha....


More stories to come y'all,

Dian💑💓

Sunday, October 4, 2020

Don't Talk To Me Like That!

October 04, 2020 0 Comments
"There are people around us who has the most damaging mouths and we know that by the time we get around them, we're gonna be damaged, we're gonna be slammed. They don't even hide it, they wear it like a badge. It's almost like an entitlement that they hurt other people." - Jimmy Evans on Marriage Today.

I was in a "throwback" mood when I was going through my old journal and stumbled upon a note of Jimmy Evans' sermon that I wrote on Wednesday, May 6th 2020. Apparently, I was having an anger issue and trying to self-assess what caused this whistling-ready-to-explode-teapot-I had in my chest. I usually found my journal as a sanctuary for me. Whenever I felt like bottling an emotion, journaling helped sorting things out and calmed me down. I built this system in order to avoid venting my rage. Sometimes, on my lucky days, I could choose to control myself. But, when I couldn't, I am the dumbest and the sharpest-tongued person. Just like what Jimmy Evans said about the damaging mouths, my words hurt. 

Right before listening to Jimmy Evans' sermon, I was having all these questions in my head, "How people can be so feisty and mean with their mouths? What's in their heads? Who hurt them? Why can I be so hurt only by words? Why do they keep resounding in my head?". I was asking with my finger pointing out without realizing that I have the same exact tendency with my mouth when I rage.

Well, I wrote the whole sermon but here are my takeaways.
  • Parents are the most profound influence in children. We have a tendency to do what our parents did even when we don't like it.
  • Our past shapes our present. If we have a bad way of talking, where do we get it? From our own home, school, inner circle? Have we seen on movies, read it somewhere? etc.
  • Hurt people hurt people. Those with the sharpest tongues, meanest mouths, coldest hearts could be the people with wounded hearts. They harm others to hide how fragile and vulnerable they really are. It's like a self-defense system, kill before you get killed!
It seems like Jimmy was suggesting to blame our parents, family, loved ones for all the bad emotions we've been bottling up. But no!

What he was saying was we can be the ends of all the damage and disfunctions in our family, community, and etc. Forgiveness is the key. We don't wanna carry trash and give it to others, especially to our children, if we're planning to have one(s). We forgive the people and the event. We can always choose to dispose all the toxins and move on with our life. It is healthier for us to stop the anger reside within us and hurt other people through us.

Finished reading the story of the day, I turned the pages and read the next stories. Well, listening to Jimmy and writing the sermon didn't simply settle things down and make me a more composed, forbearing person. There were still some ugly days down the road. But at least, I now have a better understanding of why people do what they do, including why I act and react the way I do.

As I said before, journaling is a system I built to elaborate and analyze my feeling. Do I have a right to feel, think and react in a certain way. I always try my best to not vent, but when I do, I always and always thank my father for his wide-as-the-ocean heart. I love him for his forbearance and aspire to have the littlest size of his big heart.
This photo was taken in 2015 while Bapak was visiting me in Jakarta.
Bapak's visits meant good food, new clothes and make up from Mama👪


With love,
Dian💛

Friday, September 18, 2020

Wow, Mewah Sekali Hidupku!

September 18, 2020 1 Comments

Hampir 6 bulan ngekos di Senen dan aku belum merasa pewe juga. Apa ya yang kusuka disini? Lingkungannya padat penduduk, kos-kosan mahal, kamar/rumah yang sempit dan biaya hidup tinggi. Saking sedihnya harus pindah dari Bintaro kesini, pertama kali aku menginjakkan kaki di kamar kosan baru, aku nangis. Nangisnya ga bentar sis, putus-nyambung kayak hubunganmu dengannya😜. 


Satu-satunya yang menjadi alasanku untuk stay disini ya karena jaraknya yang cuman 20 menit jalan kaki ke kantor, tanpa harus ngojek atau ngangkot. Di masa pandemi ini, nglaju dari Bintaro tercinta, naik krl dan ojol, bukan pilihan yang tepat buatku.


Ngomong-ngomong tentang pilihan, baru-baru ini aku menyadari betapa "mewah"nya hidupku. Alkisah, aku ada keperluan yang mengharuskan aku untuk pulang kampung dan mengunjungi beberapa kota. Seperti yang kita ketahui bersama, pemerintah mengharuskan penumpang pesawat untuk melakukan rapid test/PCR sebelum terbang. Maka, jadilah aku yang hampir ga pernah ngeliat matahari ini, harus keluar kosan menuju klinik untuk rapid test.


Btw, sejauh ini, aku cukup berusaha untuk disiplin mengikuti protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. Aku ga pernah naik transportasi umum kecual pesawat karna emang ga punya pilihan lain. Selain itu, aku kemana-mana selalu jalan kaki atau mesen g*car dan gr*bcar. Walaupun harus mengeluarkan duit lebih banyak untuk naik blablabla-car, tapi lagi-lagi, saat ini ojek bukan pilihan yang tepat buatku.


Dari dalam mobil menuju klinik, aku dibukakan matanya akan betapa mewahnya sebuah pilihan. Ketika aku bisa memilih untuk naik transportasi yang nyaman dan cenderung aman, ada orang-orang yang terpaksa harus naik kendaraan umum demi bisa makan dan syukur-syukur nabung. Ketika aku bisa memilih untuk tetap stay di kosan yang belum bisa membuatku pewe iniiiii, ada orang yang tidak memiliki pilihan sama sekali selain harus menantang risiko di luar rumah untuk bekerja.  Di kala aku mulai kewalahan dengan kerjaan yang semakin bertambah, ada orang-orang yang kebingungan mau kerja dimana sekarang. 


Wow, mewah sekali hidupku!


Trus aku mau cerita lagi.


Beberapa hari yang lalu, tunanganku nelfon (Oh ya, I'm engaged now. We'll get to that later 😊). Dia cerita tentang kegiatannya berkunjung dan ngawasin pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di Nias (Yes! We're Jakarta-Nias apart 🤷). Jadi katanya, ada petugas sensus yang harus jalan kaki sejauh 8 km ke dalam hutan untuk mendata keluarga-keluarga yang tinggal di kebun. Keluarga-keluarga itu hidup di gubuk, tanpa listrik, tanpa sinyal internet dan makan seadanya dari kebun mereka. Trus percakapan selanjutnya kira-kira seperti ini:

👩: "Ih kok sedih kali dengarnyaaaa..."

👨: " Loh, emang kau ga pernah melihat atau mendengar kesusahan hidup yang seperti itu?"

👩: "Pernahlaah..di Jakarta malah lebih parah sebenarnya. Cuman ya sedih aja kalo diceritain lagi"


Diceritain lagi, makanya sedih. Kalo ga diceritain, ya lupa. 


Lupa kalo hidupku ini mewah banget.


Kamu juga sering lupa kan?Hehehe...


Udah ahh...udah jam 8 malam. Aku mau buka Excel lagi, lanjutin kerjaan, sampe ngantuk, trus tidur dan besok bangun pagi sambil ngeluh-ngeluh betapa kerjaan kok ga ada habis-habisnya.



Cheers,